Choreo-Lab "Process in Progress"
merupakan salah satu rangkaian dari program Dewan Kesenian Jakarta dalam
bidang tari. Tahun ini, Choreo-Lab "Process in Progress" jilid 2
memilih tiga koreografer muda untuk mengikuti workshop pada 2-5 Juni
2015 di Studio Hanafi, Depok. Tiga koreografer terpilih adaral Ari
Ersandi (Yogyakarta), Gintar Pramana Ginting (Jakarta), dan Moh
Hariyanto (Surabaya). Fasilitaror dan materi workshop diberikan oleh
Hanafi (perupa), Suprapto Suryodarmo (penemu sistem gerak Amerta), dan
Lawe (komposer)
note: click untuk melihat liputan dari media Indopos
indopos.co.id –
Tiga koreografer terpilih mengikuti Choreo-Lab Dewan Kesenian Jakarta
2015 di Studio Hanafi, Depok. Mereka adalah Ari Ersandi (Jogjakarta),
Gintar Pramana Ginting (Jakarta), dan Hari Ghulur (Surabaya). Selama
lima hari sejak Senin lalu mereka mengikuti Choreo-Lab dengan pemateri
Suprapto Suyodarmo, Lawe, dan Hanafi. Layaknya sebuah laboratorium para
peserta Choreo-Lab membawa masing-masing karya sebagai bahan untuk
didedah bersama.
- See more at:
http://www.indopos.co.id/2015/06/lima-hari-di-laboratorium-koreografi.html#sthash.ic9vQVnH.dpuf
indopos.co.id
– Tiga koreografer terpilih mengikuti Choreo-Lab Dewan Kesenian Jakarta
2015 di Studio Hanafi, Depok. Mereka adalah Ari Ersandi (Jogjakarta),
Gintar Pramana Ginting (Jakarta), dan Hari Ghulur (Surabaya). Selama
lima hari sejak Senin lalu mereka mengikuti Choreo-Lab dengan pemateri
Suprapto Suyodarmo, Lawe, dan Hanafi. Layaknya sebuah laboratorium para
peserta Choreo-Lab membawa masing-masing karya sebagai bahan untuk
didedah bersama. - See more at:
http://www.indopos.co.id/2015/06/lima-hari-di-laboratorium-koreografi.html#sthash.ic9vQVnH.dpuf
indopos.co.id –
Tiga koreografer terpilih mengikuti Choreo-Lab Dewan Kesenian Jakarta
2015 di Studio Hanafi, Depok. Mereka adalah Ari Ersandi (Jogjakarta),
Gintar Pramana Ginting (Jakarta), dan Hari Ghulur (Surabaya). Selama
lima hari sejak Senin lalu mereka mengikuti Choreo-Lab dengan pemateri
Suprapto Suyodarmo, Lawe, dan Hanafi. Layaknya sebuah laboratorium para
peserta Choreo-Lab membawa masing-masing karya sebagai bahan untuk
didedah bersama.
Hari Ghulur membawa Ghulur, Ginta Pramana menghadirkan Ndemi Kuta Kita, dan Ari Ersandi menampilkan Pintu. Pada hari pertama Choreo-Lab para peserta menunjukkan karya masigmasing untuk dicermati bersama dengan para pemateri. Video percakapan Suprapto dan Hanafi yang direkam khu sus sebelum rangkaian Choreo-Lab lalu menjadi sajian berikutnya. Proses itu kemudian berlanjut dengan diskusidiskusi intens dengan tiga pemateri.
Suprapto Suryodarmo mengajak peserta untuk mempertanyakan kembali hakekat dari apa yang wujud, dan Hanafi menyodorkan bagaimana sebuah koreografi sejatinya adalah rupa hingga semestinya bukan melulu gerak tubuh semata jadi perhatian seorang koreografer sedangkan Lawe menegaskan musik dalam pertunjukan sejatinya bukan sekadar rangkaian nada melainkan peristiwa bunyi.
’’Setelah mengikuti Choreo-Lab para peserta akan kembali berproses dengan masing-masing karya,’’ kata Helly Mi narti dari Komite Tari Dewan Kesenian Jakarta. Menurutnya, hasil pertemuan karya para peserta dengan materi dalam Choreo-Lab nantinya di pentaskan pada September mendatang. Pertunjukan tersebut tidak berupa satu karya bersama, melainkan tetap karya masing-masing. Sentuhan dengan materi- materi dari Choreo-Lab diharapkan mampu meluaskan horizon eksplorasi estetik dan artistik tiap peserta pada karya koreografi mereka.
Di sepanjang Choreo-Lab, para peserta setiap hari intens teribat dalam pembahasan-pembahasan konseptual hingga yang praktis bersama para pemateri. Proses intens yang tak terganggu dengan persoalan di luar kerja-kerja kesenian semacam itu secara otomatis menjadikan peserta fo kus dengan segala aktivitas Choreo- Lab. Menurut Helly, ruang eksplorasi kreatif yang steril dari godaan di luar proses itu sendiri termasuk sulit ditemukan oleh para pelaku seni di kotakota metropolitan Indonesia.
’’Tidak mudah mendapat ruang proses di Jakarta yang bisa lepas dari godaan jalan-jalan ke mall,’’ seloroh Helly. Usai Choreo-Lab Jumat lalu, Hari Ghulur menyebut pada September nanti akan membawakan Ghulur dengan narasi dan bentuk yang berbeda dari sebelumnya. Lalu, Ari Ersandi menyajikan Pintu Menusia, dan Gintar Pramana Ginting meng usung lagi Ndemi Kuta Kita. ’’Ruang seperti Cho reo-Lab sangat penting bagi kami. Ada hal baru dan mendasar dalam materi-materi yang diberikan,’’ kata Ari.
Choreo-Lab dari Dewan Kesenian Jakarta sejatinya adalah metamorfosis dari program sejenis di masa sebelumnya seperti Pekan Penata Tari Muda (1979- 1981) dan The Next Traces (2006). Sesuai judulnya, Choreo-Lab lebih mementingkan proses kelindan antara pemateri dan ranah kreatif masing-masing koreografer daripada hasil akhirnya nanti. Setiap tahun, Komite Tari Dewan Kesenian Jakarta melakukan seleksi kepada karya- karya para koreografer Indonesia sebelum memutuskan siapa yang dapat meng ikuti program ini. (tir)
- See more at: http://www.indopos.co.id/2015/06/lima-hari-di-laboratorium-koreografi.html#sthash.ic9vQVnH.dpuf
Hari Ghulur membawa Ghulur, Ginta Pramana menghadirkan Ndemi Kuta Kita, dan Ari Ersandi menampilkan Pintu. Pada hari pertama Choreo-Lab para peserta menunjukkan karya masigmasing untuk dicermati bersama dengan para pemateri. Video percakapan Suprapto dan Hanafi yang direkam khu sus sebelum rangkaian Choreo-Lab lalu menjadi sajian berikutnya. Proses itu kemudian berlanjut dengan diskusidiskusi intens dengan tiga pemateri.
Suprapto Suryodarmo mengajak peserta untuk mempertanyakan kembali hakekat dari apa yang wujud, dan Hanafi menyodorkan bagaimana sebuah koreografi sejatinya adalah rupa hingga semestinya bukan melulu gerak tubuh semata jadi perhatian seorang koreografer sedangkan Lawe menegaskan musik dalam pertunjukan sejatinya bukan sekadar rangkaian nada melainkan peristiwa bunyi.
’’Setelah mengikuti Choreo-Lab para peserta akan kembali berproses dengan masing-masing karya,’’ kata Helly Mi narti dari Komite Tari Dewan Kesenian Jakarta. Menurutnya, hasil pertemuan karya para peserta dengan materi dalam Choreo-Lab nantinya di pentaskan pada September mendatang. Pertunjukan tersebut tidak berupa satu karya bersama, melainkan tetap karya masing-masing. Sentuhan dengan materi- materi dari Choreo-Lab diharapkan mampu meluaskan horizon eksplorasi estetik dan artistik tiap peserta pada karya koreografi mereka.
Di sepanjang Choreo-Lab, para peserta setiap hari intens teribat dalam pembahasan-pembahasan konseptual hingga yang praktis bersama para pemateri. Proses intens yang tak terganggu dengan persoalan di luar kerja-kerja kesenian semacam itu secara otomatis menjadikan peserta fo kus dengan segala aktivitas Choreo- Lab. Menurut Helly, ruang eksplorasi kreatif yang steril dari godaan di luar proses itu sendiri termasuk sulit ditemukan oleh para pelaku seni di kotakota metropolitan Indonesia.
’’Tidak mudah mendapat ruang proses di Jakarta yang bisa lepas dari godaan jalan-jalan ke mall,’’ seloroh Helly. Usai Choreo-Lab Jumat lalu, Hari Ghulur menyebut pada September nanti akan membawakan Ghulur dengan narasi dan bentuk yang berbeda dari sebelumnya. Lalu, Ari Ersandi menyajikan Pintu Menusia, dan Gintar Pramana Ginting meng usung lagi Ndemi Kuta Kita. ’’Ruang seperti Cho reo-Lab sangat penting bagi kami. Ada hal baru dan mendasar dalam materi-materi yang diberikan,’’ kata Ari.
Choreo-Lab dari Dewan Kesenian Jakarta sejatinya adalah metamorfosis dari program sejenis di masa sebelumnya seperti Pekan Penata Tari Muda (1979- 1981) dan The Next Traces (2006). Sesuai judulnya, Choreo-Lab lebih mementingkan proses kelindan antara pemateri dan ranah kreatif masing-masing koreografer daripada hasil akhirnya nanti. Setiap tahun, Komite Tari Dewan Kesenian Jakarta melakukan seleksi kepada karya- karya para koreografer Indonesia sebelum memutuskan siapa yang dapat meng ikuti program ini. (tir)
- See more at: http://www.indopos.co.id/2015/06/lima-hari-di-laboratorium-koreografi.html#sthash.ic9vQVnH.dpuf
indopos.co.id –
Tiga koreografer terpilih mengikuti Choreo-Lab Dewan Kesenian Jakarta
2015 di Studio Hanafi, Depok. Mereka adalah Ari Ersandi (Jogjakarta),
Gintar Pramana Ginting (Jakarta), dan Hari Ghulur (Surabaya). Selama
lima hari sejak Senin lalu mereka mengikuti Choreo-Lab dengan pemateri
Suprapto Suyodarmo, Lawe, dan Hanafi. Layaknya sebuah laboratorium para
peserta Choreo-Lab membawa masing-masing karya sebagai bahan untuk
didedah bersama.
Hari Ghulur membawa Ghulur, Ginta Pramana menghadirkan Ndemi Kuta Kita, dan Ari Ersandi menampilkan Pintu. Pada hari pertama Choreo-Lab para peserta menunjukkan karya masigmasing untuk dicermati bersama dengan para pemateri. Video percakapan Suprapto dan Hanafi yang direkam khu sus sebelum rangkaian Choreo-Lab lalu menjadi sajian berikutnya. Proses itu kemudian berlanjut dengan diskusidiskusi intens dengan tiga pemateri.
Suprapto Suryodarmo mengajak peserta untuk mempertanyakan kembali hakekat dari apa yang wujud, dan Hanafi menyodorkan bagaimana sebuah koreografi sejatinya adalah rupa hingga semestinya bukan melulu gerak tubuh semata jadi perhatian seorang koreografer sedangkan Lawe menegaskan musik dalam pertunjukan sejatinya bukan sekadar rangkaian nada melainkan peristiwa bunyi.
’’Setelah mengikuti Choreo-Lab para peserta akan kembali berproses dengan masing-masing karya,’’ kata Helly Mi narti dari Komite Tari Dewan Kesenian Jakarta. Menurutnya, hasil pertemuan karya para peserta dengan materi dalam Choreo-Lab nantinya di pentaskan pada September mendatang. Pertunjukan tersebut tidak berupa satu karya bersama, melainkan tetap karya masing-masing. Sentuhan dengan materi- materi dari Choreo-Lab diharapkan mampu meluaskan horizon eksplorasi estetik dan artistik tiap peserta pada karya koreografi mereka.
Di sepanjang Choreo-Lab, para peserta setiap hari intens teribat dalam pembahasan-pembahasan konseptual hingga yang praktis bersama para pemateri. Proses intens yang tak terganggu dengan persoalan di luar kerja-kerja kesenian semacam itu secara otomatis menjadikan peserta fo kus dengan segala aktivitas Choreo- Lab. Menurut Helly, ruang eksplorasi kreatif yang steril dari godaan di luar proses itu sendiri termasuk sulit ditemukan oleh para pelaku seni di kotakota metropolitan Indonesia.
’’Tidak mudah mendapat ruang proses di Jakarta yang bisa lepas dari godaan jalan-jalan ke mall,’’ seloroh Helly. Usai Choreo-Lab Jumat lalu, Hari Ghulur menyebut pada September nanti akan membawakan Ghulur dengan narasi dan bentuk yang berbeda dari sebelumnya. Lalu, Ari Ersandi menyajikan Pintu Menusia, dan Gintar Pramana Ginting meng usung lagi Ndemi Kuta Kita. ’’Ruang seperti Cho reo-Lab sangat penting bagi kami. Ada hal baru dan mendasar dalam materi-materi yang diberikan,’’ kata Ari.
Choreo-Lab dari Dewan Kesenian Jakarta sejatinya adalah metamorfosis dari program sejenis di masa sebelumnya seperti Pekan Penata Tari Muda (1979- 1981) dan The Next Traces (2006). Sesuai judulnya, Choreo-Lab lebih mementingkan proses kelindan antara pemateri dan ranah kreatif masing-masing koreografer daripada hasil akhirnya nanti. Setiap tahun, Komite Tari Dewan Kesenian Jakarta melakukan seleksi kepada karya- karya para koreografer Indonesia sebelum memutuskan siapa yang dapat meng ikuti program ini. (tir)
- See more at: http://www.indopos.co.id/2015/06/lima-hari-di-laboratorium-koreografi.html#sthash.ic9vQVnH.dpuf
Hari Ghulur membawa Ghulur, Ginta Pramana menghadirkan Ndemi Kuta Kita, dan Ari Ersandi menampilkan Pintu. Pada hari pertama Choreo-Lab para peserta menunjukkan karya masigmasing untuk dicermati bersama dengan para pemateri. Video percakapan Suprapto dan Hanafi yang direkam khu sus sebelum rangkaian Choreo-Lab lalu menjadi sajian berikutnya. Proses itu kemudian berlanjut dengan diskusidiskusi intens dengan tiga pemateri.
Suprapto Suryodarmo mengajak peserta untuk mempertanyakan kembali hakekat dari apa yang wujud, dan Hanafi menyodorkan bagaimana sebuah koreografi sejatinya adalah rupa hingga semestinya bukan melulu gerak tubuh semata jadi perhatian seorang koreografer sedangkan Lawe menegaskan musik dalam pertunjukan sejatinya bukan sekadar rangkaian nada melainkan peristiwa bunyi.
’’Setelah mengikuti Choreo-Lab para peserta akan kembali berproses dengan masing-masing karya,’’ kata Helly Mi narti dari Komite Tari Dewan Kesenian Jakarta. Menurutnya, hasil pertemuan karya para peserta dengan materi dalam Choreo-Lab nantinya di pentaskan pada September mendatang. Pertunjukan tersebut tidak berupa satu karya bersama, melainkan tetap karya masing-masing. Sentuhan dengan materi- materi dari Choreo-Lab diharapkan mampu meluaskan horizon eksplorasi estetik dan artistik tiap peserta pada karya koreografi mereka.
Di sepanjang Choreo-Lab, para peserta setiap hari intens teribat dalam pembahasan-pembahasan konseptual hingga yang praktis bersama para pemateri. Proses intens yang tak terganggu dengan persoalan di luar kerja-kerja kesenian semacam itu secara otomatis menjadikan peserta fo kus dengan segala aktivitas Choreo- Lab. Menurut Helly, ruang eksplorasi kreatif yang steril dari godaan di luar proses itu sendiri termasuk sulit ditemukan oleh para pelaku seni di kotakota metropolitan Indonesia.
’’Tidak mudah mendapat ruang proses di Jakarta yang bisa lepas dari godaan jalan-jalan ke mall,’’ seloroh Helly. Usai Choreo-Lab Jumat lalu, Hari Ghulur menyebut pada September nanti akan membawakan Ghulur dengan narasi dan bentuk yang berbeda dari sebelumnya. Lalu, Ari Ersandi menyajikan Pintu Menusia, dan Gintar Pramana Ginting meng usung lagi Ndemi Kuta Kita. ’’Ruang seperti Cho reo-Lab sangat penting bagi kami. Ada hal baru dan mendasar dalam materi-materi yang diberikan,’’ kata Ari.
Choreo-Lab dari Dewan Kesenian Jakarta sejatinya adalah metamorfosis dari program sejenis di masa sebelumnya seperti Pekan Penata Tari Muda (1979- 1981) dan The Next Traces (2006). Sesuai judulnya, Choreo-Lab lebih mementingkan proses kelindan antara pemateri dan ranah kreatif masing-masing koreografer daripada hasil akhirnya nanti. Setiap tahun, Komite Tari Dewan Kesenian Jakarta melakukan seleksi kepada karya- karya para koreografer Indonesia sebelum memutuskan siapa yang dapat meng ikuti program ini. (tir)
- See more at: http://www.indopos.co.id/2015/06/lima-hari-di-laboratorium-koreografi.html#sthash.ic9vQVnH.dpuf
indopos.co.id –
Tiga koreografer terpilih mengikuti Choreo-Lab Dewan Kesenian Jakarta
2015 di Studio Hanafi, Depok. Mereka adalah Ari Ersandi (Jogjakarta),
Gintar Pramana Ginting (Jakarta), dan Hari Ghulur (Surabaya). Selama
lima hari sejak Senin lalu mereka mengikuti Choreo-Lab dengan pemateri
Suprapto Suyodarmo, Lawe, dan Hanafi. Layaknya sebuah laboratorium para
peserta Choreo-Lab membawa masing-masing karya sebagai bahan untuk
didedah bersama.
Hari Ghulur membawa Ghulur, Ginta Pramana menghadirkan Ndemi Kuta Kita, dan Ari Ersandi menampilkan Pintu. Pada hari pertama Choreo-Lab para peserta menunjukkan karya masigmasing untuk dicermati bersama dengan para pemateri. Video percakapan Suprapto dan Hanafi yang direkam khu sus sebelum rangkaian Choreo-Lab lalu menjadi sajian berikutnya. Proses itu kemudian berlanjut dengan diskusidiskusi intens dengan tiga pemateri.
Suprapto Suryodarmo mengajak peserta untuk mempertanyakan kembali hakekat dari apa yang wujud, dan Hanafi menyodorkan bagaimana sebuah koreografi sejatinya adalah rupa hingga semestinya bukan melulu gerak tubuh semata jadi perhatian seorang koreografer sedangkan Lawe menegaskan musik dalam pertunjukan sejatinya bukan sekadar rangkaian nada melainkan peristiwa bunyi.
’’Setelah mengikuti Choreo-Lab para peserta akan kembali berproses dengan masing-masing karya,’’ kata Helly Mi narti dari Komite Tari Dewan Kesenian Jakarta. Menurutnya, hasil pertemuan karya para peserta dengan materi dalam Choreo-Lab nantinya di pentaskan pada September mendatang. Pertunjukan tersebut tidak berupa satu karya bersama, melainkan tetap karya masing-masing. Sentuhan dengan materi- materi dari Choreo-Lab diharapkan mampu meluaskan horizon eksplorasi estetik dan artistik tiap peserta pada karya koreografi mereka.
Di sepanjang Choreo-Lab, para peserta setiap hari intens teribat dalam pembahasan-pembahasan konseptual hingga yang praktis bersama para pemateri. Proses intens yang tak terganggu dengan persoalan di luar kerja-kerja kesenian semacam itu secara otomatis menjadikan peserta fo kus dengan segala aktivitas Choreo- Lab. Menurut Helly, ruang eksplorasi kreatif yang steril dari godaan di luar proses itu sendiri termasuk sulit ditemukan oleh para pelaku seni di kotakota metropolitan Indonesia.
’’Tidak mudah mendapat ruang proses di Jakarta yang bisa lepas dari godaan jalan-jalan ke mall,’’ seloroh Helly. Usai Choreo-Lab Jumat lalu, Hari Ghulur menyebut pada September nanti akan membawakan Ghulur dengan narasi dan bentuk yang berbeda dari sebelumnya. Lalu, Ari Ersandi menyajikan Pintu Menusia, dan Gintar Pramana Ginting meng usung lagi Ndemi Kuta Kita. ’’Ruang seperti Cho reo-Lab sangat penting bagi kami. Ada hal baru dan mendasar dalam materi-materi yang diberikan,’’ kata Ari.
Choreo-Lab dari Dewan Kesenian Jakarta sejatinya adalah metamorfosis dari program sejenis di masa sebelumnya seperti Pekan Penata Tari Muda (1979- 1981) dan The Next Traces (2006). Sesuai judulnya, Choreo-Lab lebih mementingkan proses kelindan antara pemateri dan ranah kreatif masing-masing koreografer daripada hasil akhirnya nanti. Setiap tahun, Komite Tari Dewan Kesenian Jakarta melakukan seleksi kepada karya- karya para koreografer Indonesia sebelum memutuskan siapa yang dapat meng ikuti program ini. (tir)
- See more at: http://www.indopos.co.id/2015/06/lima-hari-di-laboratorium-koreografi.html#sthash.ic9vQVnH.dpuf
Hari Ghulur membawa Ghulur, Ginta Pramana menghadirkan Ndemi Kuta Kita, dan Ari Ersandi menampilkan Pintu. Pada hari pertama Choreo-Lab para peserta menunjukkan karya masigmasing untuk dicermati bersama dengan para pemateri. Video percakapan Suprapto dan Hanafi yang direkam khu sus sebelum rangkaian Choreo-Lab lalu menjadi sajian berikutnya. Proses itu kemudian berlanjut dengan diskusidiskusi intens dengan tiga pemateri.
Suprapto Suryodarmo mengajak peserta untuk mempertanyakan kembali hakekat dari apa yang wujud, dan Hanafi menyodorkan bagaimana sebuah koreografi sejatinya adalah rupa hingga semestinya bukan melulu gerak tubuh semata jadi perhatian seorang koreografer sedangkan Lawe menegaskan musik dalam pertunjukan sejatinya bukan sekadar rangkaian nada melainkan peristiwa bunyi.
’’Setelah mengikuti Choreo-Lab para peserta akan kembali berproses dengan masing-masing karya,’’ kata Helly Mi narti dari Komite Tari Dewan Kesenian Jakarta. Menurutnya, hasil pertemuan karya para peserta dengan materi dalam Choreo-Lab nantinya di pentaskan pada September mendatang. Pertunjukan tersebut tidak berupa satu karya bersama, melainkan tetap karya masing-masing. Sentuhan dengan materi- materi dari Choreo-Lab diharapkan mampu meluaskan horizon eksplorasi estetik dan artistik tiap peserta pada karya koreografi mereka.
Di sepanjang Choreo-Lab, para peserta setiap hari intens teribat dalam pembahasan-pembahasan konseptual hingga yang praktis bersama para pemateri. Proses intens yang tak terganggu dengan persoalan di luar kerja-kerja kesenian semacam itu secara otomatis menjadikan peserta fo kus dengan segala aktivitas Choreo- Lab. Menurut Helly, ruang eksplorasi kreatif yang steril dari godaan di luar proses itu sendiri termasuk sulit ditemukan oleh para pelaku seni di kotakota metropolitan Indonesia.
’’Tidak mudah mendapat ruang proses di Jakarta yang bisa lepas dari godaan jalan-jalan ke mall,’’ seloroh Helly. Usai Choreo-Lab Jumat lalu, Hari Ghulur menyebut pada September nanti akan membawakan Ghulur dengan narasi dan bentuk yang berbeda dari sebelumnya. Lalu, Ari Ersandi menyajikan Pintu Menusia, dan Gintar Pramana Ginting meng usung lagi Ndemi Kuta Kita. ’’Ruang seperti Cho reo-Lab sangat penting bagi kami. Ada hal baru dan mendasar dalam materi-materi yang diberikan,’’ kata Ari.
Choreo-Lab dari Dewan Kesenian Jakarta sejatinya adalah metamorfosis dari program sejenis di masa sebelumnya seperti Pekan Penata Tari Muda (1979- 1981) dan The Next Traces (2006). Sesuai judulnya, Choreo-Lab lebih mementingkan proses kelindan antara pemateri dan ranah kreatif masing-masing koreografer daripada hasil akhirnya nanti. Setiap tahun, Komite Tari Dewan Kesenian Jakarta melakukan seleksi kepada karya- karya para koreografer Indonesia sebelum memutuskan siapa yang dapat meng ikuti program ini. (tir)
- See more at: http://www.indopos.co.id/2015/06/lima-hari-di-laboratorium-koreografi.html#sthash.ic9vQVnH.dpuf
Komentar
Posting Komentar